Cara Penentuan 1 Syawal dengan Metode Hisab dan Rukyat Mengapa Berbeda?
PENENTUAN 1 SYAWAL - Setiap tahun, umat Islam selalu dihadapkan dengan wacana perbedaan dalam penetapa jatuhnya 1 syawal atau hari raya idul fitri. Belakangan ini kita terus-menerus mengalami situasi yang sama selama bertahun-tahun. Yang menjadi lebih membingungkan adalah masyarakat yang mengolah informasi sidang isbat yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk menentukan jatuhnya 1 syawal sekaligus menerima perbedaan. Namun apakah sebenarnya hal ini perlu sekali dipermasalahkan?
Idul Fitri merupakan hari kemenangan (yaumul intishar) bagi seluruh umat islam yang telah mejalankan puasa selama sebulan penuh dalam mengendalikan lapar dan haus, serta hawa nafsunya dari godaan duniawi. Selain itu, Idul Fitri menjadi hari yang begitu “diidamkan” oleh semua umat islam. Namun dalam Islam, umatnya diharamkan berpuasa di hari raya Idul Fitri karena merupakan salah satu hari tasyrik, yaitu salah satu hari yang termasuk dalam hari yang diharamkan untuk berpuasa. Inilah yang mejadi kontroversi akan perbedaan tersebut. Di satu pihak sudah merayakan Idul fitri dan dipihak lain masih menjalankan puasa Ramadhan.
Hal ini terjadi lantaran acuan dalam menafsirkan metode penentuan awal bulan yang berbeda, yaitu Hisab dan Rukyat. Sehingga masing-masing pihak dengan keyakinannya menyertakan dali-dalil sebagai keabsahan Idul Fitri yang mereka rayakan.
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Cara ini mempunyai dasar pijakan firman Allah SWT:
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”. (QS. Yunus. 5).
Kemudian Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya. Perspektif ini sangat diakui oleh aliran rukyah karena sesuai dengan firman Allah SWT:
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia”(QS. Al baqarah: 189)
Dan berdasar dengan sabda Rasulullah SAW:
“Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang di antara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari" (HR. Abu Dawud)
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Dalam hisab ada beberapa jenis aliran yang pada intinya terbagi atas tiga jenis, yakni hisab urfi, hisab taqribi, dan hisab haqiqi.
Sebenarnya selain dari jenis-jenis hisab seperti yang disebutkan diatas, ada juga apa yang disebut sebagai “perhitungan melalui purnama”. Metode hisab ini berpatokan pada posisi sempurna bulan purnama. Setelah wujud purnama mencapai tingkat 100%, maka kemudian dihitung mundur sebanyak 15 hari kebelakang untuk menentukan hilal. Yang menjadi masalah disini adalah mengapa harus dihitung 15 hari ke belakang, padahal umur bulan purnama tidak mutlak 15 hari? Maka dari itu, pakar astronomi LAPAN, Prof. Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa awal bulan mestinya didasarkan pada fenomena yang ada batas awalnya. Hilal ada batas awalnya, karena hari sebelumnya tidak tampak, kemudian tampak sebagai tanda awal bulan. Tampak bisa dalam arti fisik, terlihat, atau tampak berdasarkan kriteria visibilitasnya. Artinya, bulan purnama bisa jatuh pada waktu yang berbeda-beda. Purnama mungkin berlangsung pada 13, 14, atau 15 di bulan Qomariyah.
Ruqiyat berasal dari bahasa Arab ra’a – yara – rukyatyang artinya “melihat”. Hilal juga berasal dari bahasa Arab “al-hilal – ahillah” yaitu bulan sabit yang pertama terlihat setelah terjadinya “ijtimak”. Ijtimak adalah bulan baru, disebut juga bulan mati. Ijtimak terjadi saat posisi bulan dan matahari berada pada jarak paling dekat.
Banyak kriteria dalam melakukan penentuan bulan sabit atau rukyatul hilal. Setidaknya ada empat kriteria, yaitu rukyatul hilal (langsung), wujudul hilal, imkanur rukyat, dan rukyat global.
Ambilah dalil sesuai apa yang Anda yakini dalilnya, jangan kita perdebatkan soal perbedaan ijhtiad atau perbedaan madzhab, karena cara-cara seperti yang telah dijelaskan di atas memang lebih dulu dilakukan oleh para ulama-ulama seperti hambali, hanafi, dan maliki serta Syafi’i. Lalu mengapa negara ini sering berbeda pendapat tentang penetapan 1 syawal? Karena ada yang mengambil dalil yang berbeda. Semoga kita tetap bersatu dan jangan berpecah belah walaupun berbeda madzhab yang diambil.
Idul Fitri merupakan hari kemenangan (yaumul intishar) bagi seluruh umat islam yang telah mejalankan puasa selama sebulan penuh dalam mengendalikan lapar dan haus, serta hawa nafsunya dari godaan duniawi. Selain itu, Idul Fitri menjadi hari yang begitu “diidamkan” oleh semua umat islam. Namun dalam Islam, umatnya diharamkan berpuasa di hari raya Idul Fitri karena merupakan salah satu hari tasyrik, yaitu salah satu hari yang termasuk dalam hari yang diharamkan untuk berpuasa. Inilah yang mejadi kontroversi akan perbedaan tersebut. Di satu pihak sudah merayakan Idul fitri dan dipihak lain masih menjalankan puasa Ramadhan.
Hal ini terjadi lantaran acuan dalam menafsirkan metode penentuan awal bulan yang berbeda, yaitu Hisab dan Rukyat. Sehingga masing-masing pihak dengan keyakinannya menyertakan dali-dalil sebagai keabsahan Idul Fitri yang mereka rayakan.
Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah. Cara ini mempunyai dasar pijakan firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.”. (QS. Yunus. 5).
Kemudian Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya. Perspektif ini sangat diakui oleh aliran rukyah karena sesuai dengan firman Allah SWT:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia”(QS. Al baqarah: 189)
Dan berdasar dengan sabda Rasulullah SAW:
لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ بِصِيَامِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ شَيْءٌ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ وَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ حَالَ دُونَهُ غَمَامَةٌ فَأَتِمُّوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ ثُمَّ أَفْطِرُوا وَالشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari. Sementara penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
PENENTUAN 1 SYAWAL MELALUI METODE HISAB
Dalam hisab ada beberapa jenis aliran yang pada intinya terbagi atas tiga jenis, yakni hisab urfi, hisab taqribi, dan hisab haqiqi.
- Hisab Urfi berarti kebiasaan atau kelaziman. Hisab Urfi adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah-kaidah sederhana. Hisab urfi ini telah dipergunakan sejak zaman khalifah kedua, Umar bin Khattab r.a (tahun 17 H). Pada system hisab ini, perhitungan bulan qomariah ditentukan berdasarkan umur rata-rata bulan sehingga umur bulan dalam setahun qomariah barvariatif diantara 29 dan 30 hari.
- Hisab Taqribi. Dalam bahasa arab, “Taqrobu” berarti pendekatan atau aprokmasi. Hisab taqribi adalah sistem hisab yang sudah menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematis, namun masih menggunakan rumus-rumus sederhana sehingga hasilnya kurang teliti. Hasil hisab Taqribi akan mudah dikenali pada saat penentuan ijtima dan tinggi hilal menjelang tanggal satu bulan qomariah, yaitu terlihatnya selisih yang cukup besar apabila dibandingkan dengan perhitungan astronomis modern.
- Hisab Haqiqi, yaitu perhitungan posisi benda-benda langit serta memperhatikan hal-hal yang terkait di dalamnya. Hisab haqiqi sering juga disebut Hisab yang sebenarnya, yaitu hisab yang ditentukan berdasarkan waktu peredaran bulan mengelilingi bumi yang sebenarnya. Tidak seperti hisab urfi, umur bulan dengan hisab ini tidak dapat dipatokkan, bahkan bisa terjadi umur/jumlah hari pada suatu bulan ganjil dan bulan genap adalah 29 atau 30 hari secara berurutan. Pada zaman ini, hisab haqiqi-lah hisab yang banyak diterima dan dipakai oleh kaum Muslimin, tidak hanya untuk menghisab Hilal tetapi juga menghisab hal-hal lainnya seperti menghisab jadwal shalat 5 waktu.
Sebenarnya selain dari jenis-jenis hisab seperti yang disebutkan diatas, ada juga apa yang disebut sebagai “perhitungan melalui purnama”. Metode hisab ini berpatokan pada posisi sempurna bulan purnama. Setelah wujud purnama mencapai tingkat 100%, maka kemudian dihitung mundur sebanyak 15 hari kebelakang untuk menentukan hilal. Yang menjadi masalah disini adalah mengapa harus dihitung 15 hari ke belakang, padahal umur bulan purnama tidak mutlak 15 hari? Maka dari itu, pakar astronomi LAPAN, Prof. Thomas Djamaluddin mengatakan bahwa awal bulan mestinya didasarkan pada fenomena yang ada batas awalnya. Hilal ada batas awalnya, karena hari sebelumnya tidak tampak, kemudian tampak sebagai tanda awal bulan. Tampak bisa dalam arti fisik, terlihat, atau tampak berdasarkan kriteria visibilitasnya. Artinya, bulan purnama bisa jatuh pada waktu yang berbeda-beda. Purnama mungkin berlangsung pada 13, 14, atau 15 di bulan Qomariyah.
PENENTUAN 1 SYAWAL MELALUI METODE RUKYAT
Ruqiyat berasal dari bahasa Arab ra’a – yara – rukyatyang artinya “melihat”. Hilal juga berasal dari bahasa Arab “al-hilal – ahillah” yaitu bulan sabit yang pertama terlihat setelah terjadinya “ijtimak”. Ijtimak adalah bulan baru, disebut juga bulan mati. Ijtimak terjadi saat posisi bulan dan matahari berada pada jarak paling dekat.
Banyak kriteria dalam melakukan penentuan bulan sabit atau rukyatul hilal. Setidaknya ada empat kriteria, yaitu rukyatul hilal (langsung), wujudul hilal, imkanur rukyat, dan rukyat global.
- Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan berjalan (kalender) digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
- Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima’ qablal ghurub), dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam. Jika dua prinsip itu dipenuhi, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian Bulan saat Matahari terbenam.
- Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada 2/6 Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip: awal bulan Hijriyah terjadi jika pada saat matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi Bulan-Matahari minimum 3°, atau pada saat Bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam dihitung sejak ijtimak.
- Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah yang menganut prinsip: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya. Rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.
Ambilah dalil sesuai apa yang Anda yakini dalilnya, jangan kita perdebatkan soal perbedaan ijhtiad atau perbedaan madzhab, karena cara-cara seperti yang telah dijelaskan di atas memang lebih dulu dilakukan oleh para ulama-ulama seperti hambali, hanafi, dan maliki serta Syafi’i. Lalu mengapa negara ini sering berbeda pendapat tentang penetapan 1 syawal? Karena ada yang mengambil dalil yang berbeda. Semoga kita tetap bersatu dan jangan berpecah belah walaupun berbeda madzhab yang diambil.